Minggu, 13 Desember 2009

Surat untuk Dinda

Dear Dinda,
kualamatkan rindu padamu
dengan ulin di pojok kiri amplop
juga salam dari almarhum hutan belakang rumah

Dind,
tadi malam rumah kita dikubur orang
ranjang, foto dan selimut kita rusak
belum lagi deru gergaji mesin
melibas meranti tua
lalu dahan kurus dengan berjuta toreh ditebas
paginya kudapati janda kaya meneguk kopi di balkon kondominium

Dind,
sejak itulah aku mengembara
lalu kuingat dongengmu tentang orang luka
yang menggedor langit sepanjang malam
memohon iba
Kini aku benar seperti itu

Dind,
di tengah pengembaraan kutahu debu-debu
telah merenggut kesunyian
lalu nyanyian dara riang
dan pekik rindu sang kekasih
termakan ombak peradaban

Karena itulah Dind,
tiada lagi gadis tersipu
kita bicara dengan teriak
bukan ucapan sopan ajaran sekolah
dan entah berapa banyak lelaki mabuk
bercinta dengan bulan di balik semak

Tahukah kamu, Dind
gara-gara itu malaikat kesal
karena manusia memaksa mengores tinta busuk
di rapor kusam sejak akil balig
karena sungguh cepat mereka kenal dunia
tak tahu paut benar, juga tanda berhenti

Dind, sungguh aku tak habis pikir
kenapa semua itu terjadi
bukankah ada karma, ketika hidup runtuh
bersama terjungkalnya tanah retak
bumi bergetar dan orang khilaf semakin menengadah
ingat kealpaan mendekatkan diri ke neraka
sehingga keturunan manusia
hanya tahu rasa arang dan debu-debuan

Karena itulah Dind,
aku sungguh rindu padamu
rindu akan hidup kemarin
ketika aku dan kamu bermandi cahaya
ketika badak habiskan masa liar
dan harimau jawa mendengkur di balik belukar
dan tidakkah kau dengar ada punai bernyanyi
mengiring tarian pinus seberang gunung

Dind, juga tak rindukah kau
Ketika kabut mengajak kita bermain di kala fajar
Namun belum lama kita bermain
Ibu mentari mengajak kabut pulang
Kita pun menangis
Air mata kita menjadi embun
Menetes pelan ke pucuk dedaunan
Namun ibu mentari sungguh bijak
Segera beliau hapus tangis kita dengan cahyanya

Di ujung rindu
pada Dindaku di bumi yang tak lagi biru
tidakkah kau rindu padaku?

-MANIK-

Puisi di Ambil dari: Kata-Kata Indah Para Pujangga

DIMANA KAU KINI

Bersama awan aku mengungkapkan rasa rinduku
Bersama awan ku awali menulis kata-kata untukmu
Bersama angin hantarkan rasa rinduku
Bersama alam ku tumpahkan hasrat rindu di hatiku

Ingatkah kau padaku
Ingatkah masa-masa kita dulu
Tatkala badan meringkuk kedinginan
Engkau datang dengan penuh kasih dan sayang

Di mana dikau kini
Mengapa kau tak pernah kembali
Kau pergi tanpa permisi
Tanpa pesan kemana dan kapan kau kembali

Ingatkah kau waktu dulu
Disaat menunggu kereta di hari rabu
Kau berjanji kan selalu untukku
Menemani di setiap hari-hariku

Dimana kau kini
Kemana kau kini

Kutulis syair ini sebagai ungkapan rasa rinduku
Kutulis syair ini sebagai pengingat masa lalu
Untukmu cintaku
Karena kau belahan jiwaku.

40 HARI YANGLALU

Empat puluh hari yang lalu masih terdapat senyum di bibirmu
Empat puluh hari yang lalu kau masih tertawa dengan keluargamu
Empat puluh hari yang lalu kau masih merencanakan sesuatu
Empat puluh hari yang lalu bagaikan takkan pernah terjadi sesuatu

Namun empat puluh hari yang lalu Sebelum magrib, setelah ashar
Terjadi bencana yang sangat besar
Kotaku yang indah hancur berkeping-keping
Dengan sekejap mata kotaku tinggal puing-puing

Isak tangis mulai terdengar, hiruk pikuk orang riuh mencari aman
Dengan sekejap hilang senyum di setiap bibir
Dengan sekejap hilang tawa dalam keluarga
Yang terlihat hanya isak tangis dan air mata

Orang tua kehilangan anaknya
Anak kehilangan saudaranya
Suara tolong terdengar dimana-mana

Di kanan kiri mereka menangis tak tahu harus berbuat apa
Di kanan kiri mereka menangis tak tahu minta tolong ke siapa
Aku hanya terpaku menahan pilu dengan mata berkaca

Terdengar suara seorang ibu “ tolong,,, tolong,,, tolong anakku rumahku roboh dia ada didalam”

Suara orang tua itu hamper tak ada yang menghiraukan
Semua orang disibukkan dengan mencari keluarga sendiri

Sedang aku hanya terpaku, kaku dan membisu
Dalam hatiku berkata “nyatakah ini..? atau mimpikah ini..?
Kata-kata itu terus terulang dan tak bisa terucap

Semua itu tidak mimpi, semua itu nyata
Empat puluh hari yang lalu kotaku hancur di hantam gempa.


Pariaman, 8 November 2009

MENGERTILAH SEJENAK

Ku coba tuk memahamimu
Ku coba untuk memenuhi keinginanmu
Ku coba untuk mengerti keadaanmu
Namun semua itu hanya bertahan sesaat

Tatkala janji tak bertatap
Tatkala kata terucap tak terniat
Engkau menunggu penuh harap
Tanpa mengerti badan kian terikat

Semua kataku yang gerucap
Semua janjiku yang terikrar
Takkan pernah satu titikpun lenyap
Kan jadi kewajiban tuk membayar

Ku harap mengertilah sejenak
Bukan badan tak mau beranjak
Hanya rejeki yang tak berpihak
Semua kata dan janji pasti akan tersipak.

KEJAMNYA DIRIMU

Kejamnya dirimu padaku
Setiap detik, setiap helaan napas ku
Kau selalu datang menghantuiku
Apakah kau rasakan seperti yang aku rasakan kini?

Kejamnya dirimu..
Tak sedikitpun waktu kau berikan untuk santai sejenak
Tak sedikitpun waktu kau berikan untuk melupakanmu
Walupun usaha yang ku coba hingga otak berkerak
Namamu, wajahmu, parasmu selalu menari di benaku

Apakah kau merasakan apa yang aku rasakan kini?
Adakah kau ingat kepadaku?
Adakah namaku ada dalam hatimu?
Semua itu hanya engkaulah yang mengetahuinya..

Seberapapun engkau ku benci
Jujur daku masih sayang padamu
Seberapapun usaha tuk melupamu
Cinta itu tak bisa pergi dari hati

Hatiku resah, hatiku gundah, hatiku gelisah..
Sekarang kita jauh terpisah oleh jarak dan waktu yang tidak searah
Akankah rasa duka dapat berubah menjadi indah?

AKU MENGERTI

Aku mengerti, aku pahan akan keadaanmu
Aku tahu, aku juga merasakan keadaanmu
Badan kita terpisah oleh dua pulau yang jauh
Dengan ini janganlah engkau merasa jenuh

Sering kali permintaanmu tiada tersaut
Acap kali permohonanmu tiada terpaut
Bukan badan tak mau menyaut
Hanya saja rejeki tak pernah terikut

Keadaanmu, keadaanku Sediktpun tiada perbedaan
Ibnu sabil kita di negeri orang
Tak banyak kasih yang aku harapkan
Sedikit pahan dan mengerti akan diri abang

Tolong mengertilah sedikit saja Akan badan ini yang renta
Bukan badan tak lagi menyimpan cinta
Karna raga jauh berhidup di negeri sebrang
Hingga kasih jarang telah bersahut sayang

ARINDA

Arinda dimana kau kini
Arinda kemana kau pergi
Arinda kini ku sendiri
Arinda kapan kau kembali

Arinda kembalilah padaku
Arinda janganlah pergi lagi
Arinda jangan pernah tinggalkan aku

Dulu kau pernah berjanji kan menemani aku
Tapi kini kau pergi
Di mana kau kini

Arinda kasih pujaan dimanakah kau kini
Ku kan selalu menunggumu
Walau badai dating menghalangku
Kaukan selalu ada dalam hatiku

LAGU PAKPAK

silahkan download beberapa lagu pakpak di bawah ini, maaf kalau ini lagu di tahun jadul:

1. Harap Mo Aku
2. Kitutur
3. Merkuah Eluh
4. Rana Adat
5. Terang Bulan